Kraton Ngayogyakarta yang sering disebut sebagai Kasultanan Ngayogyakarta berdiri pada tahun 1755. Bangunan Kraton ini dipagari beteng yang luas jaraknya sekitar 5 Km. Pada empat titik pojok bangunan beteng ada bangunan kecil dan disebut sebagai pojok beteng. Pintu masuk ke beteng Kraton melalui apa yang disebut sebagai plengkung. Di dalam bangunan beteng selain ada bangunan Kraton, tempat tinggal Raja, disekitarnya ada sejumlah kampung sebagai tempat bermukim penduduk, yang pada jaman dulu merupakan abdi dalem Kraton, namun pada perkembangan berikutnya, hingga sekarang, orang yang tinggal di dalam beteng Kraton tidak harus sebagai abdi dalem, tetapi bisa orang dari etnis lain, suku batak misalnya, yang bertempat tinggal di sana lantaran telah membeli tanah berikut bangunan rumah dari pemilik sebelumnya, atau, bisa juga kost atau kontrak di wilayah kecamatan Kraton di lingkungan, dalam istilah lokalnya, "njeron beteng" (dalam beteng). Jadi, pemukim yang tinggal di "njeron beteng" Kraton tidak selalu berkaitan dengan Kraton. Bisa sama sekali terpisah dan tak ada ikatan apapun, kecuali hanya bertempat tinggal karena telah membeli tanah berikut bangunan yang ada di "njeron beteng".
Rabu, 21 Juli 2010
Melihat Cara Pembuatan Batik Tulis
Mengunjungi Yogyakarta, anda tak hanya bisa membeli dan menikmati karya seni batik yang mengagumkan, tetapi juga berkesempatan untuk mempelajari teknik pembuatannya. Kesempatan yang sangat berharga itu dikemas dalam paket wisata menarik dengan durasi yang cukup singkat dan harga yang terjangkau, pasti akan sangat menyenangkan.
Ragam batik yang bisa dipelajari meliputi batik tulis, batik cap dan batik lukis. Setiap tempat yang menawarkan biasanya memiliki spesifikasi tersendiri tentang jenis batik yang diajarkan. Selama sehari, biasanya dibagi dalam dua sesi, anda akan belajar seluruh proses pembuatan batik yang umumnya terdiri dari pembuatan motif, pewarnaan kain, proses ngorot malam dan penjemuran.
Proses pembuatan motif dimulai ketika seluruh bahan, terutama kain mori, telah siap. Pembuatan motif ini dilakukan dengan bahan utama lilin atau malam yang digunakan sebagai zat perintang warna. Bila ingin membuat batik tulis, maka pembuatan motif digunakan dengan alat bantu canting sementara batik cap menggunakan cap batik yang telah didesain sesuai motif yang diinginkan.
Biasanya, anda bebas memilih motif yang hendak dibuat. Motif-motif unik yang bisa dibuat misalnya motif ceplok, motif cecek sawut dan motif semen. Semua motif itu terdapat pada bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia. Motif ceplok terdapat pada Candi Borobudur, motif cecek sawut terdapat pada hiasan genderang perunggu pada Zaman Perunggu sementara motif semen terdapat pada makan Ratu Kalinyamat.
Candi Ceto
Candi Ceto merupakan Kahyangan Jagat Nusantara, yang dalam kurun waktu berabad-abad di candi ini belum pernah diselenggarakan upakara yang dikehendaki oleh Beliau Sasuhunan yang berstana di Candi Ceto Gunung Lawu-Solo. Sehingga, dengan terselenggaranya Karya Agung dimaksud, merupakan kewajiban kita bersama untuk memohon keselamatan dan kerahajengan Nusantara. Penyelenggaraan karya ini pada hari Anggara Kliwon Medangsia, juga bertepatan dengan upacara Modosiyo yang senantiasa dilaksanakan di Candi Ceto dua kali dalam setahun.
Candi Ceto merupakan salah satu peninggalan purbakala yang ada di lereng Gunung Lawu. Secara administratif candi ini berada di Desa Ceto, Kelurahan Gumeng, Kec. Jenawi, Kab. Karanganyar Jawa tengah. Candi ini berada di lereng barat Gunung Lawu yang merupakan bentang alam bergunung, berbukit dan dikelilingi tebing-tebing dan jurang-jurang yang terjal serta merupakan pegunungan patahan.
Candi Ceto merupakan bangunan suci yang berbentuk punden berundak, yang semakin ke belakang makin suci. Bentuk seperti ini dilandasi kepercayaan bahwa gunung adalah tempat suci dan arwah nenek moyang berada di puncak gunung. Kepercayaan ini telah ada sebelum Hindu-Budha masuk ke Nusantara dan mencapai puncaknya pada masa kejayaan Majapahit. Pada masa kerajaan ini, arah hadap atau orientasi bangunan suci tidak lagi ke timur-barat melainkan berorientasi ke arah gunung.
Candi Borobudur
Sejarah mencatat Borobudur adalah candi terbesar yang pernah dibangun untuk penghormatan terhadap sang Budha. Bayangkan saja bangunannya mencapai 14.000m persegi dengan ketinggian hingga 35,29m. Sebuah prasasti Cri Kahuluan yang berasal dari abad IX (824 Masehi) yang diteliti oleh Prof Dr J.G. Casparis, mengungkap silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut berkuasa pada masa itu, yakni Raja Indra, Putranya Samaratungga. Kemudian, putrinya yang bernama Samaratungga Pramodawardhani. Pada masa Raja Samaratungga inilah mulainya dibangun candi yang bernama: Bhumisan-Bharabudhara, yang diduga berarti timbunan tanah, bukit atau tingkat-tingkat bangunan yang diidentikan dengan sebutan vihara kamulan Bhumisambharabudhara, yang mempunyai arti sebuah vihara nenek moyang dan Dinasti Syailendra di daerah perbukitan.
Letak candi ini memang diatas perbukitan yang terletak di Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 42 km sebelah laut kota Yogyakarta. Dikelilingi Bukit Manoreh yang membujur dari arah timur ke barat. Sementara di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing. Dibutuhkan tak kurang dari 2 juta balok batu andesit atau setara dengan 50.000m persegi untuk membangun Candi Borobudur ini. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas. Bangunan kaki disebut Kamadhatu, yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Kemudian Ruphadatu, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Sedangkan Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan.
Candi Prambanan
Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi Borobudur), berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya, menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun taman indah.
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.